Demi mewujudkan Indonesia maju 2045, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memudahkan pendirian usaha dan investasi, namun yang perlu diperhatikan adalah bukan hal mudah untuk menjadi pengusaha maupun pengurus perseroan (Perseroan Terbatas), karena pelaku usaha harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya untuk kepentingan perseroan, khususnya Direksi perseroan yang memiliki kewenangan dalam menjalankan pengurusan perseroan.
Melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) diatur kewajiban Direksi untuk menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, sehingga Direksi harus menjalankan pengurusan perseroan dengan memperhatikan perkembangan, keberlanjutan perseroan, pertanggungjawaban, dan kewajiban-kewajiban perseroan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan[1]. Namun, dalam praktiknya masih banyak Direksi perseroan yang melakukan pelanggaran atas prinsip Fiduciary Duty, sehingga menjalankan kepengurusan perseroan dengan mementingkan kepentingan pribadinya namun berakhir dengan merugikan stake holders perseroan, khususnya pemegang saham.
Berdasarkan UU PT, prinsip Fiduciary Duty adalah suatu kondisi dimana Direksi menjalankan pengurusan perseroan berdasarkan asas kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik.[2] Sehingga apabila Direksi melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan kerugian perseroan tetapi dapat dibuktikan dengan jelas bahwa perbuatannya dilakukan semata-mata untuk kepentingan perseroan, maka Direksi dapat dilepaskan dari tanggung jawab pribadi atas kerugian perseroan.[3] Sebaliknya, apabila Direksi menjalankan pengurusan perseroan berdasarkan kebutuhan pribadinya dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, sehingga terjadi kerugian pada perseroan maka Direksi wajib bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut.
Secara khusus, prinsip Fiduciary Duty dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu duty of care, duty of loyalty, duty of skill, duty of diligence, serta duty to act lawfully. 5 jenis tersebut, wajiblah dilaksanakan dengan baik oleh Direksi perseroan sebagai amanat UU PT, oleh karena itu Direksi harus mengetahui dan menerapkan prinsip Fiduciary Duty dengan baik dalam menjalankan kepengurusan perseroan.[4]
duty of care, merupakan sikap yang harus dimiliki untuk mengorganisir risiko-risiko yang timbul dalam menjalankan kepengurusan perseroan, Direksi diharuskan dapat memperkirakan hal-hal yang diakibatkan oleh perbuatannya sehingga Direksi perseroan tidak akan melakukan kelalaian dalam menjalankan kepengurusan perseroan.
duty of loyalty, Direksi harus memegang maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang termuat dalam akta pendirian maupun anggaran dasar perseroan, agar kemudian Direksi dapat menjalankan kepengurusan perseroan dengan baik sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan demi kepentingan perseroan.
duty of skill, Direksi dianggap sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang cukup dan mampu menjalankan kepengurusan perseroan sehingga dapat bertindak secara profesional sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan demi kepentingan perseroan.
duty of diligence, Direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan diharuskan berdasarkan itikad baik dan penuh tanggung jawab, agar kemudian Direksi mampu melakukan perbuatan berdasarkan maksud dan tujuan perseroan dan mengantisipasi perbuatan di luar dari kepentingan perseroan yang dapat menyebabkan kerugian bagi stake holders perseroan.
duty to act lawfully, Direksi memiliki kewajiban untuk menjalankan kepengurusan perseroan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga Direksi dapat menghindari risiko hukum dalam menjalankan kepengurusan perseroan serta meminimalisir potensi kerugian bagi perseroan dan stake holders.
Berdasarkan prinsip Fiduciary Duty sebagaimana termuat dalam UU PT, Direksi memiliki kewajiban yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menerapkan asas kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik. Sehingga dalam menjalankan kepengurusan perusahaan, Direksi diharuskan melakukan tindakan yang searah dengan maksud dan tujuan perusahaan. Apabila kemudian ditemukan terjadi pelanggaran atas prinsip Fiduciary Duty yang menyebabkan kerugian bagi stake holders perseroan, maka berdasarkan hukum Direksi harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut. Dalam hal ini, harus dibuktikan dengan jelas dan meyakinkan bahwa kerugian bagi stake holders perseroan diakibatkan oleh perbuatan direksi yang lalai dan/ atau tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sehingga terjadi kerugian.
Sumber:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
[1] Pasal 92 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[2] Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[3] Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[4] https://www.hukumonline.com/berita/a/business-judgement-rule–direksi-tak-dapat-dimintakan-pertanggungjawaban-sepanjang-lt66b36caeebd63/